DEFINISI MANUSIA
Manusia adalah makhluk yg sadar. Ini
adalah kualitasnya yg paling menonjol; Kesadaran dalam arti bahwa melalui daya
refleksi yg menakjubkan, ia memahami aktualitas dunia eksternal, menyingkap
rahasia yg tersembunyi dari pengamatan, dan mampu menganalisa masing-masing
realita dan peristiwa. Ia tidak tetap tinggal pada permukaan serba-indera dan
akibat saja, tetapi mengamati apa yg ada di luar penginderaan dan menyimpulkan
penyebab dari akibat. Dengan demikian ia melewati batas penginderaannya dan
memperpanjang ikatan waktunya sampai ke masa lampau dan masa mendatang, ke
dalam waktu yg tidak dihadirinya secara objektif. Ia mendapat pegangan yg
benar, luas dan dalam atas lingkungannya sendiri. Kesadaran adalah suatu zat yg
lebih mulia daripada eksistensi.
Manusia adalah makhluk utama dalam
dunia alami, mempunyai esensi uniknya sendiri, dan sebagai suatu penciptaan
atau sebagai suatu gejala yg bersifat istimewa dan mulia. Ia memiliki kemauan,
ikut campur dalam alam yg independen, memiliki kekuatan untuk memilih dan
mempunyai andil dalam menciptakan gaya hidup melawan kehidupan alami. Kekuatan
ini memberinya suatu keterlibatan dan tanggung jawab yg tidak akan punya arti
kalau tidak dinyatakan dengan mengacu pada sistem nilai.
DEFINISI KEADILAN
Keadilan menurut Aristoteles adalah
kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah
diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua
ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut
mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang
harus memperoleh benda atau hasil yang sama. kalau tidak sama, maka
masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran
terhadap proporsi tersebut berarti ketidak adilan. Keadilan oleh Plato
diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang
mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Lain lagi pendapat
Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates,
keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah
sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Mengapa
diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang
menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat lain: Keadilan terjadi
apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja,
rnasing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pcndapat ini terbatas pada
nilai-nilai tcrtentu yang sudah diyakini atau discpakati.
Al-qur’an menggunakan pengertian yang
berbeda-beda bagi kata atau istilah yang bersangkut-paut dengan keadilan.
Bahkan kata yang digunakan untuk menampilkan sisi atau wawasan keadilan juga
tidak selalu berasal dari akar kata ‘adl. Kata-kata sinonim seperti qisth, hukm dan sebagainya digunakan oleh Al-qur’an dalam pengertian keadilan. Sedangkan
kata ‘adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya
bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (ta’dilu, dalam arti mempersekutukan Tuhan dan‘adl dalam
arti tebusan).
Allah
SWT. Berfirman :
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil
dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl : 90)
Keadilan
didefinisikan sebagai “menempatkan sesuatu secara proporsional” dan “memberikan
hak kepada pemiliknya”. Definisi ini memperlihatkan, dia selalu berkaitan
dengan pemenuhan hak seseorang atas orang lain yang seharusnya dia terima tanpa
diminta karena hak itu ada dan menjadi miliknya. Dalam hal jender, wujud
pemenuhan hak atas wanita masih merupakan masalah kemanusiaan yang serius.
Secara sosial, kebudayaan, ekonomi dan politik masih merendahkan wanita.
Persepsi masih melekatkan yang merendahkan, mendiskriminasi dan
memarjinalkan mereka.Dalam persepsi satu-satunya potensi wanita yang paling
sering ditonjolkan adalah fisiknya. Tubuh wanita seakan sah dieksploitasi,
secara intelektual, ekonomi dan seksual, melalui beragam cara dan bentuknya di
ruang privat maupun publik.
Gerakan
emansipasi wanita telah berjasa besar dalam menghantarkan kaum wanita Indonesia
menuju mimbar kehormatan dan gerbang kebebasan, harus dipahami kebebasan bukan
berarti kebablasan. Realita melintas ditengah-tengah kehidupan modern, bahwa
wanita tidak lagi dipandang sebelah mata, lebih dihargai dan dihormati. Kini
banyak wanita menuntut kesamaan hak dengan pria, kesamaan untuk berkompetisi
dalam dunia liberal dan terbebas dari ikatan kebudayaan. Dengan dalil mendobrak
persepsi jender kaum feminis dengan mengusung gerakan emasipasi. “The end of
the institution of marriage is a necessary condition for the liberation of
women” (Declaration of Feminism, 1971). Dari deklarasi tersebut, kaum feminis
menganggap institusi pernikahan sebagai The Frakenstein Monster (dalam film
horor: frankeinstein sesosok mayat manusia dihidupkan kembali dan memiliki rupa
menyeramkan, sadis, bahkan menjijikkan) harus diperangi demi kebebasan wanita.
Selain
itu, Robin Morgan, Editor Ms. Magazine (majalah kebangsaan kaum feminis),
mengatakan bahwa pernikahan hanya akan menghambat kesetaraan antara perempuan
dan laki-laki. Bahkan Sheila Cronin, tokoh terkemuka kaum feminis menganggap
pernikahan tak ubah sebagai praktik perbudakan terhadap perempuan. Cobalah kita
kembali pada fitrah kita sebagai mahluk Tuhan. Pria dan wanita sampai hari
kiamatpun tidak akan bisa sama karena memang tidak sama. Dan perlu diketahui
bahwa keduanya bukanlah pesaing yang saling mengalahkan dan dikalahkan. Terlalu
naif bagi pria apabila ia bersaing dan ingin mengalahkan wanita dan terlalu
berlebihan juga apabila wanita minta disamakan dan bahkan ingin mengalahkan
pria dengan gerakan emansipsi wanita yang kebablasan.
Kedua
mahluk itu secara prinsip memang berbeda baik secara fisik maupun non fisik.
Pria dengan segala kekuatannya, kemampuannya dan ketegasannya sangat
mengedepankan logika, sedangkan wanita dengan kelembutannya dan kasih sayangnya
mengandalkan perasaannya. Dengan demikian, pria adalah pasangan wanita dan
wanita adalah pasangan pria, demikianlah takdir Tuhan menciptakan keduanya yang
saling membutuhkan satu sama lain.
FAKTOR PENDUKUNG KEADILAN
Manusia yang hendak mencapai suatu
tujuan, akan selalu terikat dengan banyak faktor sehingga dia akan mengambil
langkah yang efisien sehingga dapat mencapai tujuannya dengan sempurna
Faktor kondisional memiliki dua makna. Pertama adalah melihat faktor yang harus
diadakan dalam kondisi tertentu, sehingga faktor akan dapat dilihat sebagai
syarat atau sebab. Dimana faktor mendominasi terciptanya suatu kondisi
tertentu. Kedua adalah melihat kondisi yang ada dengan dihubungkan pada faktor
pendukung, sehingga faktor faktor yang ada tersebut hanya sebagai pendukung.Dia
hanya di perlukan ketika keadaan tertentu saja.Dan ini berkaitan dengan kondisi
yang pertama.Ketika menghubungkan faktor yang harus diadakan untuk membuat
langkah strategis, dan taktik yang tepat dan efisien adalah pilihannya, maka
banyak yang harus dipenuhi. Misalnya, pengetahuan terhadap kondisi dirinya,
tujuan yang hendak dicapai dan juga langkah langkah strategis dan taktis yang
hendak dicapainya. Minimal ini, karena selain ini akan ada lagi banyak faktor
yang harus diketahuinya untuk dapat memenuhi 'efisiensi' langkah. Maka
pengetahuan terhadap kondisi, waktu dan tempat juga harus diperhatikan, atau
boleh dikatakan, semua faktor yang mendukung dan juga Permasalahan bukan hanya
menfokuskan pemikiran pada tujuan yang hendak dicapai, tapi juga persyaratan
dan kondisi yang ada sehingga semua penghalang.faktor yang ada dan diperlukan
dapat diindentifikasi dengan baik. Keseluruhan faktor, berarti bahwa semua
faktor yang ada yang perlu diadaan atau/dan yang sudah ada. Hal ini sangat
diperlukan dalam rangka membuat langkah strategis, karena dengannya langkah
tersebut akan menjadi kongkrit dan praktis serta efisien. Tidak dapat dicapai
langkah startegis yang baik, kecuali semua faktor sudah ter-inditifikasi,
karena setiap kekurangan terhadap pengetahuan faktor tersebut, maka akan
menjadi langkah tersebut akan tidak efisien bahkan boleh jadi mejauhkan dari
pada tujuan.Boleh dikatakan faktor kondisional merupakan hal yang dominan untuk
mencapai tujuan. Karena faktor kondisional merupakan persyaratan dari langkah stategis
dan taktis, untuk tercapainya tujuan. Dengan ini maka dihadapan kita ada dua
kondisi (minimal) :
1. Terpenuhinya semua semua faktor, yaitu menciptakan (mengadakan) semua faktor
sehingga langkah yang hendak dicapai dapat segera dijalankan. Terjadinya pengkondisian
sebelum melangkah.
2. Melangkah dengan harapan faktor yang belum ada akan didapatkan atau
terkondisikan. Hal ini akan membuat semua langkah tidak efisien dan tidak fokus
pada langkah strategis.
Kalau hendak dilihat dalam kehidupan manusia sekarang, maka banyak sekali
contohnya, sehingga berapa banyak kegagalan yang harus diterima untuk mencapai
cita-cita.
Mencapai keadilan sosial,misalnya. Ini merupakan cita cita semua manusia
sekarang (kurang lebih). Tapi hingga sekarang dimana keadilan sosial itu telah
tercapai, sehingga bentukan tersebut menjadi contoh yang kongkrit bagi semua.
Maka jawabnya, semua manusia sedang berusaha untuk mencapainya, dan belum ada
satu manusiapun yang sudah merasakan apa itu keadilan sosial.Faktor yang perlu
diadalan sehingga keadilan sosial dapat dirasakan adalah:
1. Pendifinisan keadilan sosial dengan baik, sehingga faktor sosial akan
memahami apa yang hendak dicapainya, atau apa yang menjadi cita cita bersama
mereka. Kalau saja pendifinisian tidak jelas, atau adanya perbedaan pendapat,
akan terjadilah perbedaan tujuan.
2. Faktor pendukung untuk membantu efisiensi kerja sosial sehingga akan
terjadinya kerja sama diantara unsur yang diperlukan. Faktor pendukung utama
yang dominan adalah SDM yang memenuhi syarat untuk keadilan, yaitu SDM yang
(minimal) tidak berjalan atas interesnya sendiri.
3. Faktor penghalang, karena dengan adanya faktor ini, akan diperlukan suatu
unsur tertentu untuk menindak lanjuti sehingga hilangnya faktor ini. Karena
boleh jadi faktor ini menjadi penghalang sehingga sama sekali makna dan kondisi
keadilan tidak akan didapatkan.
Dengan ini semua, tidak heran kalau diperlukan langkah "mundur" atau
pengkondisian sebagai fundamen untuk menegakkan semua faktor keadilan yang
diinginakan sehingga langlah strtegis kedepan akan djalanlan dengan efisinsi
yang maksimal. Boleh jadi, "langkah mundur" ini menjadi langkah
strategis, karena menyangkut dengan efisiensi kerja bersama sehingga cita cita
akan di pastikan akan di dapatkan.Sebagai contoh adalah langkah pengkaderan,
yaitu membentuk personal yang siap untuk menjalankan tugas bersamanya untuk
mencapai keperluan sosial dengan baik. SDM yang memahami keadilan dan dia
sendiri adil. Tanpa adanya faktor SDM yang memenuhi syarat keadilan, maka akan
terjadilah cirkulasi atau permasalahan yang tidak akan berhenti. Karena dapat
dipastikan ketidak adilan yang mendominasi kehidupan dan juga jalan yang
ditempuh sedang dijalani oleh orang yang tidak adil. Permasalahan bukan hanya
efisiensi, tapi juga masalah esensial, yaitu kedhaliman yang berjalan dengan
harapan membentuk keadilan.
Tidak ada jalan lain, keadilan harus ditegakkan dulu pada personal yang hendak
menjalankan keadialan dalam masyarakat, sehingga masyarakat dapat dibawa
seorang adil kepada keadilan sosial itu sendiri. Tanpa faktor kondisonal ini,
seorang adil, keadilan sosial hanya merupakan mimpi bersama Begitu juga mimpi
mimpi indah sosial yang sekarang masih dinikmati oleh masyarakat dunia.
Bagaimana kita hendak mengejar mimpi kalau itu hanya mimpi. Maka kita perlu
mengambil langkah esensial dengan bangun mempersiapkan orang yang adil dan
menghadapi ketidak adilan. Dengan inilah mimpi akan menjadi cita cita nyata.
Perlu juga difahami, bahwa selama ini keadilan sosial di dunia ini terhalang
oleh kekuatan besar yang mengatas namakan keadilan tapi melakukan semua bentuk
kezaliman terhadap semua bangsa termasuk menghambat keadilan terlaksana.
Keadilan bagi mereka adalah segala yang menguntungkan mereka, selain itu adalah
tidak adil. Maka semua negara dan bangsa yang tidak hendak memberikan
keuntungan kepada mereka dianggap dan dituduh sebagai kezalimanan.
Selama kekuatan seperti ini ada, maka perjuangan menegakkan keadialan sosial
adalah mempersiapkan orang adil yang berani melawan ketidak-adilan ini.
FAKTOR PENGHAMBAT KEADILAN
Keadilan
itu sendiri memiliki faktor penghambat yakni sifat yang dusta atau kecurangan.
Dimana kecurangan sangat identik dengan perbuatan yang tidak baik dan tidak
jujur. Atau dengan kata lain apa yang dikatakan tidak sama dengan apa yang
dilakukan.
Kecurangan
pada dasarnya merupakan penyakit hati yang dapat menjadikan orang tersebut
menjadi serakah, tamak, rakus, iri hati, matrealistis serta sulit untuk
membedakan antara hitam dan putih lagi dan mengkesampingkan nurani dan sisi
moralitas.
Ada
beberapa faktor yang dapat menimbulkan kecurangan antara lain :
-Faktor
ekonomi. Setiap berhak hidup layah dan membahagiakan dirinya. Terkadang untuk
mewujudkan hal tersebut kita sebagai mahluk lemah, tempat salah dan dosa,
sangat rentan sekali dengan hal – hal pintas dalam merealisasikan apa yang kita
inginkan dan pikirkan. Menghalalkan segala cara untuk mencapai sebuah tujuan
semu tanpa melihat orang lain disekelilingnya.
-Faktor
Peradaban dan Kebudayaan sangat mempengaruhi dari sikapdan mentalitas individu
yang terdapat didalamnya “system kebudayaan” meski terkadang halini tidak
selalu mutlak. Keadilan dan kecurangan merupakan sikap mental yang membutuhkan
keberanian dan sportifitas. Pergeseran moral saat ini memicu terjadinya pergeseran
nurani hamper pada setiapindividu didalamnya sehingga sangat sulit sekali untuk
menentukan dan bahkan menegakan keadilan.
-Teknis.
Hal ini juga sangat dapat menentukan arah kebijakan bahkan keadilan itu
sendiri. Terkadang untuk dapat bersikapadil,kita pun mengedepankan aspek
perasaan atau kekeluargaan sehingga sangat sulit sekali untuk dilakukan. Atau
bahkan mempertahankan keadilan kita sendiri harus bersikap salah dan berkata
bohong agar tidak melukai perasaan orang lain. Dengan kata lian kita sebagai bangsa
timur yang sangat sopan dan santun, dan lain sebagainya.
MACAM-MACAM MANUSIA
1.Para jenius Para jenius menunjukkan macam manusia yang
dapat memahami ajaran hanya dengan mendengarkan pokok ajaran. Jenis ini dapat
dibandingkan dengan bunga teratai yang telah muncul di atas permukaan air dan
pasti akan mekar pada sinar fajar hari yang pertama. Suatu contoh dapat dilihat
dalam hal bhikkhu Sariputta Thera, petapa Bahiya, samanera Sankicca dan
beberapa lainnya lagi yang dengan segera mencapai penerangan sempurna sewaktu
mendengarkan syair syair yang pertama.
2. Para intelektual Manusia jenis kedua
dengan tingkat kebijaksanaan yang lebih rendah adalah disebut para intelektual,
yang memerlukan keterangan dan uraian lebih jauh sebelum mereka dapat mencapai
Penerangan Sempurna. Contoh dari jenis ini adalah lima orang petapa dan
rombongan seribu petapa penyembah api yang dipimpin oleh Uruvela Kasapa. Mereka
dapat dibandingkan dengan bunga-bunga teratai yang masih berada di bawah
permukaan air, sedang menunggu untuk muncul di atas permukaan air pada hari
berikutnya.
3. Mereka yang dapat dilatih Mereka yang
dapat dilatih menunjukkan mayoritas manusia biasa (yang tidak begitu bodoh
tetapi juga tidak begitu bijaksana). Orang-orang ini memerlukan
instruksi-instruksi dan uraian-uraian serta suatu jangka waktu latihan dan
praktek sebelum mereka dapat mengharapkan suatu kemajuan atau perkembangan yang
nyata. Mereka dapat dibandingkan dengan bunga teratai yang masih berada agak
jauh di bawah permukaan air. Mereka memerlukan suatu jangka waktu lebih lama
untuk pertumbuhan dan kemunculan mereka di atas permukaan air.
4. Mereka yang tidak dapat
dilatih Mereka yang tidak dapat dilatih atau tidak ada harapan adalah
mereka yang tidak mungkin mengerti atau maju dalam masa kehidupan ini. Mereka
dapat mendengarkan ajaran-ajaran atau mencoba untuk mempraktekkan sesuai dengan
perintah-perintah, tetapi karena keterbelakangan atau kebutaan batin mereka,
tidak ada hasilnya yang dapat diharapkan. Mereka adalah seperti bunga teratai
yang dimakan habis oleh binatang air, tidak mempunyai harapan untuk tumbuh di
atas permukaan air.
MACAM-MACAM KEADILAN
A. Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato
berpendapat bahwa keadilan clan hukum merupakan substansi rohani umum dan
masyarakat yang membuat clan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang
adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling
cocok baginya (Tha man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan
moral, sedangkan, Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan
timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras
kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam
masyarakt bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara balk
menurut
kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara
kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak
mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
Ketidakadilan
terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan
tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan
ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan
pendidikan, atau seorang petugas pertanian mencampuri urusan petugas kehutanan.
Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.
B.
Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan
akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal
yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated
equally). Sebagai contoh, Budi bekerja selama 30 hari sedangkan Doni bekerja 15
hari. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu
perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Budi menerima Rp.100.000,-
maka Doni harus menerima. Rp 50.000. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi
sama, justru hal tersebut tidak adil dan melenceng dari asas keadilan.
C. Keadilan Komutatif
Keadilan
ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi
Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban
dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan
ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam
masyarakat.
Sumber pustaka :