MASALAH-MASALAH KEJIWAAN
Manusia mempunyai sifat yang holistik,
dalam artian manusia adalah makhluk fisik, psikologis, sekaligus rohani, dan
aspek-aspek ini saling berkaitan satu sama lain dan saling mempengaruhi.
Sebagai makhluk yang berfisik, memiliki kelemahan-kelemahan fisik adalah hal
yang nyata bahkan ungkapan yang umum mengatakan bahwa manusia mulai mati sejak
ia dilahirkan. Secara literal, sesudah orang-orang berusia 40-an maka ribuan
sel otaknya mulai mati setiap harinya. Manusia harus terus berjuang untuk
melawan berbagai penyakit fisik yang datang dalam hidupnya. Hal yang tidak
tampak dari luar adalah kenyataan bahwa kondisi fisik manusia secara integral
berkaitan dengan kondisi psikologis dan rohaninya. Manusia adalah satu kesatuan.
Apa yang terjadi dengan kondisi fisik
manusia akan mempengaruhi pula kondisi psikologis dan rohaninya. Penyakit fisik
yang dialami seseorang tidak hanya menyerang manusia secara fisik saja tetapi
juga dapat membawa masalah-masalah bagi kondisi psikologisnya dan rohaninya.
Demikian pula sebaliknya.
Masalah Fisik sebagai Penyebab Masalah Emosi
Kondisi fisik mempunyai pengaruh
langsung terhadap kesehatan emosi manusia, misalnya penyakit-penyakit tertentu
sekaligus penggunaan obat-obatan tertentu untuk mengobati problema-problema
fisik dapat menimbulkan gejala-gejala atau simptom depresi. Penyakit- penyakit
yang dapat menyebabkan depresi antara lain penyakit- penyakit yang disebabkan
oleh virus (mononukleosis dan pneumonia), gangguan endokrin (hypothyroidisme),
kanker, dan multiple sklerosis. Depresi juga dapat timbul karena dampak-dampak
yang ditimbulkan oleh obat-obatan, termasuk di dalamnya adalah obat penenang
mayor dan minor, pil KB, obat-obatan untuk tekanan darah tinggi, dan alkohol.
Gejala kecemasan yang dirasakan
seseorang kadang-kadang juga berkaitan dengan kondisi fisiknya. Perasaan
tegang, gemetar, atau bahkan panik misalnya dapat disebabkan oleh gangguan
endokrin (hyperthyroidisme), ketidaknormalan hormon (phenochromocitoma), dan
berbagai macam obat-obatan yang mengandung kafein, ganja, LSD, PCP, dan
amfetamine.
Psikosis atau kehilangan pijakan atas
realita merupakan salah satu dari berbagai gangguan emosi yang ada yang
disebabkan oleh masalah- masalah fisik seperti porphyria, Wilson's disease,
Huntington's chorea, gangguan endokrin, dan tumor temporal lobe otak. Selain
itu ada pula obat-obatan yang menyebabkan seseorang benar-benar kehilangan
kontak dengan realitas. Obat-obatan tersebut antara lain obat-obat terlarang
seperti amphetamin, kokain, LSD, PCP, dan ganja; resep dokter yang ditujukan
untuk mengobati depresi, Parkinson, atau TBC; alkohol; dan bahkan obat-obatan
seperti obat yang dihirup, bromida yang berisi senyawa kimia adalah untuk
meredakan kecemasan, dan obat tidur.
Kepribadian seseorang bahkan dapat
juga berubah karena masalah- masalah fisik, seperti perubahan pribadi seseorang
karena sakit pikun misalnya.
Gangguan Emosi sebagai Penyebab Gangguan Fisik
Jika problem fisik dapat menyebabkan
gangguan emosi, begitu pula sebaliknya, gangguan emosi dapat menyebabkan
gangguan fisik. Stres misalnya seringkali dianggap sebagai penyebab utama
penyakit fisik psiko-fisiologis (maag/ulcer, colitis, tekanan darah tinggi).
Orang yang hidup dalam kehidupan penuh dengan tekanan atau terikat dengan
jadwal yang sangat ketat berpotensi berpenyakit jantung koroner. Fakta yang
benar-benar mengejutkan tentang stres adalah kenyataan bahwa stres dapat
menyebabkan neurotransmiter hilang dari otak (norepinephrine, serotonin,
dopamine) sehingga orang yang bersangkutan mengalami depresi atau psikosis.
Stres juga dapat memperlambat proses penyembuhan bagian-bagian tubuh yang
mengalami infeksi karena penyakit atau habis dioperasi. Kesepian misalnya
merupakan faktor potensial penyebab penyakit jantung koroner atau kanker. Suatu
penelitian bahkan pernah mengatakan bahwa pada tahun pertama setelah kematian
salah seorang anggota keluarga, angka kematian akan meningkat tujuh kali lipat
lebih banyak.
Gangguan Emosi dan Fisik dapat
Mempengaruhi Kehidupan Rohani
Indikasi lain yang membuktikan bahwa
aspek-aspek dalam diri manusia saling berkaitan dan mempengaruhi adalah
kenyataan bahwa gangguan emosi dan fisik ikut pula mempengaruhi kehidupan
rohani seseorang. Seseorang yang memiliki penyakit epilepsi temporal-lobe
misalnya, akan memperlihatkan kecenderungan untuk mengalami perubahan interes
akan agama dan bermoral baik. Seseorang yang memiliki gejala gangguan psikotik
mungkin akan asyik dengan hal-hal yang berbau keagamaan. Sedangkan orang yang
memiliki kecenderungan obsesive- kompulsif neurosis sering kali merasa
ketakutan kalau-kalau dia melakukan dosa yang tak termaafkan atau seandainya
dia tidak mempercayai Kristus lagi. Pada pasien manic-depresif, ia sering kali
berbicara dengan menggunakan jargon-jargon keagamaan. Sementara itu,
orang-orang schizofrenia atau berkepribadian ganda sering kali dianggap
kerasukan setan, padahal tidak. Hal ini dapat dibuktikan dengan pengobatan
anti-psikotik.
Faktor-faktor Genetik Penyebab Kecenderungan Masalah-masalah
Walaupun kita tidak mewarisi
masalah-masalah psikologis, mungkin kita mewarisi faktor-faktor genetik yang
membuat kita memiliki kecenderungan mengalami masalah-masalah psikologis
tertentu. Ada sejumlah penelitian yang mendukung pendapat yang dikemukakan ini.
Misalnya saja, schizophrenia dalam populasi umum hanya 1% saja. Namun demikian,
bila salah satu dari orangtua kita adalah penderita schizoprenia, maka resiko
keturunannya terkena schizophrenia meningkat menjadi 50%, tetapi kalau yang
terkena adalah kedua-duanya maka resiko juga ikut meningkat menjadi dua kali
lipat. Untuk kembar fraternal, bila salah satunya menderita schizophrenia, maka
resiko menderita schizophrenia pada kembarannya meningkat menjadi 10%.
Sebaliknya, bila yang menderita adalah satu dari dua anak kembar identik, maka
resiko kembarannya ikut menderita schizophrenia lebih besar lagi, yaitu 50%.
Resiko ini tetap ada walaupun salah satu dari saudara kembar tersebut
dipisahkan bahkan sejak dari lahir.
Tingkat gangguan jiwa manic-depresif
juga memberikan suatu bukti akan adanya kecenderungan masalah-masalah fisik
yang mempengaruhi masalah-masalah psikologis. Keluarga dekat penderita
manic-depresif memiliki potensi dua puluh kali lipat terkena manic depresif
dibandingkan dengan populasi umum. Penelitian atas anak kembar (termasuk juga
kembar yang dipisahkan sejak kecil) semakin menguatkan bukti akan adanya
pengaruh dari faktor genetik terhadap problem-problem psikologis. Penelitian
hubungan genetik yang pernah dilakukan memberikan suatu bukti yang mengejutkan
yaitu bahwa pada jenis tertentu manic-depresif, kromosom x merupakan kromosom
karier.
Lebih dari itu, dari banyak penelitian
telah dilakukan tentang pengaruh genetik terhadap problem psikologis individual
membuktikan bahwa ada suatu hubungan antara kelemahan genetik dengan
kasus-kasus depresi yang lain. Misalnya saja, 30% dari penderita depresi yang
diteliti ternyata memiliki sejarah depresi dalam keluarganya. Bila penderita
adalah salah satu dari kembar fraternal, maka kembarannya memiliki potensi terkena
depresi hanya 10%. Namun jika yang menderita depresi adalah salah satu dari
kembar identik, maka resiko terkena depresi bagi kembarannya meningkat menjadi
76%. Bagi kembar identik yang dipisahkan sejak kecil, potensi terkena depresi
bila salah satu dari mereka terkena depresi tetap besar, yaitu 67%. Data yang
diperoleh dari penelitian yang pernah dilakukan cukup besar. Meskipun
menyimpulkan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh faktor keturunan adalah
keliru, kelemahan genetik memang dapat membuat seseorang memiliki kecenderungan
untuk mengalami gangguan psikologis tertentu. Stres dapat juga merupakan
manifestasi dari kelemahan genetik tersebut.
Kesimpulannya, manusia memang makhluk
fisik tetapi ia lebih dari sekedar makhluk fisik. Manusia mempunyai sisi psikologis
dan rohani dimana seluruh aspek fisik, psikologis dan rohani saling berkaitan
dan mempengaruhi. Inilah yang menyebabkan manusia memiliki sifat holistik.
Penyakit-penyakit yang menyerang fisik dapat menyebabkan timbulnya
gejala-gejala psikologis. Sebaliknya, stres juga dapat menyebabkan problem
fisik. Sedangkan masalah-masalah rohani dapat berakar dari atau disebabkan oleh
gangguan fisik maupun psikologis.
Ada suatu contoh menarik tentang
bagaimana sifat holistik manusia dapat mempengaruhi kehidupan manusia secara
keseluruhan. Seorang petugas gereja yang sangat baik dalam menjalankan tugasnya
dan sikap- sikapnya, tiba-tiba berubah sering mengucapkan kata-kata yang tidak
pantas didengar dan melakukan pelecehan seksual terhadap wanita- wanita yang kebetulan
berada didekatnya. Namun, pada waktu yang hampir bersamaan pula, dia juga bisa
berbicara hal-hal yang menyangkut masalah agama dan rohani. Dengan demikian,
petugas ini kelihatannya dapat melakukan tindakan dosa pada suatu waktu dan
tiba- tiba bisa menjadi super relijius pada waktu yang hampir bersamaan.
Setelah petugas gereja ini diperiksa ternyata ia mengalami suatu bentuk
serangan penyakit yang tidak hanya menyerangnya secara fisik saja, tetapi juga
secara psikologis dan rohani. Setelah diberikan pengobatan yang intensif,
akhirnya ia dapat sembuh dari gangguan yang dialaminya secara bertahap dan
dapat kembali kedalam kehidupannya yang normal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar